Kamis, 29 Mei 2008

KELUARGA ZAMAN

Bachran Pandiman lahir 64 tahun silam tepatnya pada tahun 1943 dikecamatan Toribulu desa Tobue, Kabupaten Donggala (Baca : Parigi Moutong). Ayahnya bernama Pandiman Datuk Nawarangsa kelahiran Kalimantan dan ibunya, Wicedai berasal dari putri Olongian Besar Tomini. Kedua orangtuanya memiliki ikatan dalam lingkunan keluarga bangsawan.

Ayahnya dari keturunan darah biru bangsawan Kalimantan Selatan yang bergelar “Datuk”. Kemudian ibunya juga keturunan Olongian yaitu sebagai kepala adat, yang mempunyai kewenangan untuk melantik raja (sekarang disebut : Mahkamah Agung). Raja tidak sah apabila tidak dilantik oleh Olongian. Dalam prosesi kerajaan Moutong baik dari pihak Raja Borman maupun Raja Tombolotutu yang melantik adalah Olongian besar di Baturaja Tomini.
“Untuk itu keturunan Borman dan Tombolotutu memanggil Mama pada ibu saya. Jadi mereka menganggap ibu saya sebagai orangtua mereka”, kenangnya.
Bachran memiliki tiga saudara, yaitu Masromi, Sabriansyah, Masniah dan ia sendiri paling bungsu. Bachran dan saudara – saudaranya kerap kompak dan saling menghargai satu sama lain berdasarkan urutan senioritas. Tentu saja ia merupakan saudara bungsu yang harus menghargai dan rendah hati terhadap kakak – kakaknya, walaupun ia berstatus wakil rakyat dengan jabatan Ketua Komisi A. Namun, Bachran tidak pernah merasa lebih dari orang lain dan selalu menghargai yang lebih tua darinya. “ Mungkin hari ini kita pintar, diseberang sana ada yang jauh lebih pintar dari kita, masih ada langit diatas langit “, katanya.
Dalam keluarga besar Bachran Pandiman termasuk beruntung karena telah berumur rata-rata kurang lebih 75 tahun keatas. Ibunya wafat dalam usia 100 tahun lebih dan bapaknya berumur 88 tahun saat beliau meninggal. Serta kakeknya meninggal dengan umur lebih dari 90 tahun, baik dari pihak ibu maupun ayahnya. Sehingga dapat dikatakan keluarga Bachran merupakan “Keluarga Zaman”. “Jadi klaim keluarga saya ini dari turunan orang Zaman.
Karena kakek, nenek dari ayah dan ibu alhamdulilah dalam usia 80 tahun keatas dan saya sendiri sudah masuk dalam usia 64 tahun”, ungkap mantan Deputi Hukum dan Perundang-undangan ADKASI (Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia) di Jakarta.
Bachran lebih menokohkan ayahnya yang terbilang dekat dibanding saudara- saudaranya. Ia mengagumi ayahnya dari cara bergaul dan berinteraksi dalam lingkungan sosial dalam kehidupannya, yaitu lebih supel, dinamis, dan pandai menempatkan dirinya dalam beragam lingkungan. Sehingga ayahnya diterima dari beragam etnis dan stratifikasi social. Semasa hidup, ayahnya dikenal sebagai tukang jahit dari Raja Parigi Tagunu Hanusu. Adapun pesan ayahnya yang paling menakjubkan adalah tuntutlah pendidikan semaksimal mungkin, karena 25-30 tahun kedepan hanya orang pintarlah yang paling dihargai dan dapat menempati posisi tinggi adalah orang yang menggapai pendidikan paling tinggi dan meraih sarjana. “Untuk itu ayah saya sudah memiliki visi jauh kedepan dan secara realistis memang demikian”, katanya. Oleh karena itu, saya berharap pada generasi muda hendaknya berkompetisi secara intelektualitas. Negara dan Bangsa dapat maju dan besar hanya ditopang dengan institusi pendidikan yang maju dan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam ukuran pendidikan. Jepang yang sudah pernah hancur dengan bom di Hiroshima dan Nagasaki, dengan keuletan dan ketekunan warga negaranya dalam menuntut pendidikan dalam waktu 25 tahun mampu menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan Korea selatan yang telah masuk dalam jajaran empat macan ekonomi Asia di APEC (Asian Pacific Economic Corporation) karena mengandalkan kualitas sumber daya manusia yang unggul. Demikian pula Malaysia banyak belajar kepada bangsa kita, namun kini sebaliknya kita yang belajar pada mereka.

Tidak ada komentar: